Move On Itu Fana, Rindu Abadi
Ibu saya pernah berkata, “Yang lalu biarlah berlalu.” Kalimat
sederhana yang ternyata sulit untuk dilakukan. Maksud Ibu saya tentu baik dan
bukan tanpa alasan. Saya adalah orang yang sulit menerima kenyataan yang sudah
terjadi dan butuh waktu yang tidak sedikit menerima itu semua. Seseorang yang
terluka secara fisik butuh waktu juga kan untuk benar-benar sembuh?
Ada kalimat yang mengatakan jatuh cinta itu perkara mudah, sedangkan
move on (atau apapun sebutannya); sejauh dan sekeras apapun
usaha yang telah dilakukan, nyatanya hanya berujung sia-sia. Saya kemudian
ingat perkataan Ibu saya, “Tidak ada usaha yang sia-sia jika dilakukan dengan
ikhlas.”
Saya jadi ingat salah satu percakapan dalam film you are the apple in my eye.
Percakapan yang jika dipikirkan ulang hanya dalih semata. Karena
setuju atau tidak, mungkin bukan cinta mereka yang membuat kita sulit untuk merasakan
cinta yang lain, tapi cinta kita lah yang terlalu dalam untuk mereka. Dan bodohnya,
saya selalu jatuh terlalu dalam, dalam mencinta. Jatuh cinta membuat orang
melakukan hal-hal bodoh, bukan?
Jatuh cinta terlalu dalam ini membuat saya sulit untuk jatuh
cinta lagi pada hati yang lain. Saya dulu percaya, salah satu bukti seseorang
dapat move on (atau apapun sebutannya) adalah menemukan hati
yang lain, dan itu saya lakukan. Nyatanya, saya tidak pernah benar-benar cinta.
Tahun demi tahun saya lewati dengan kenangan masa lalu. Beruntungnya,
saya didukung oleh jarak dan kesibukan-kesibukan yang saya cari. Demi bisa
lepas sedikit demi sedikit dari masa lalu. Berengseknya semua itu menjadi
percuma oleh sapaan melalui pesan, yang berujung meminta bantuan. Kami bertemu
kembali. Dan usaha yang kadung dijalani untuk lepas seolah menjadi nihil.
Saya mungkin masih berharap dapat kembali bersamanya. Namun,
saya mencoba menyadarkan diri saya sendiri bahwa jalan yang kita lalui sudah berbeda.
Melihat ia memilih kebahagiaannya sendiri, mungkin adalah satu-satunya pilihan
bagi saya untuk ikhlas, dan merelakan yang sudah-sudah. Tidak mudah dan butuh
waktu memang, namun ketika sudah merelakannya entah kenapa rasanya menjadi
biasa-biasa saja. Ketika timbul rindu pun mereka datang sewajarnya, tidak
muluk-muluk berharap ini-itu. Semua menjadi perasaan yang serba biasa, serba
sewajarnya.
Saya tidak pernah percaya move on itu ada. Mereka fana. Rindu yang abadi. Tapi memilih ikhlas
adalah kunci kebahagiaan yang sesungguhnya. Mungkin ini yang coba diungkapkan Ibu saya di paragraf pertama tadi.
Bahagia itu pilihan, ada yang dengan jatuh cinta lagi setelah ikhlas dengan masa lalu, ada yang berharap kembali dengan masa lalu, ada yang bahagia cukup dengan merindukan hal-hal lalu. Dan saya percaya masing-masing dari kita punya cara sendiri dalam
memilih kebahagiaan.
*Tulisan ini ditulis setelah membaca - Bagaimana Cara Menyintas
*Tulisan ini ditulis setelah membaca - Bagaimana Cara Menyintas
Comments
Post a Comment