Yogyakarta Hari Itu: Pertama
“Yogya, konser musik,
lotek yang tidak habis, tamansari, dan lempuyangan tempat pertemuan dan
perpisahan kita.”
Kamis, 30/11.
Beberapa hari yang lalu, Yogya selalu hujan. Hari ini entah
kenapa, Yogya cerah. “Mungkin langit tau, kamu hendak ke Yogya sore ini.” Pukul
tiga sore, keretamu sampai di Lempuyangan. Kamu datang bersama temanmu yang
juga temanku.
Oh iya, mendengar Lempuyangan, aku ingat dulu kamu pernah
bercerita kalau kita pernah bertemu di sana. Awal semester pertama, saat kita
belum sedekat ini. Aku ingat, kamu menceritakan itu saat meminta tanda tanganku
sebagai tugas malam keakraban. Katamu, kamu melihatku masuk ke kereta yang kamu
tumpangi dari Solo. Sayangnya, aku tidak melihatmu dan kita tidak satu gerbong.
Kita tidak sengaja satu kereta, karena kereta yang
seharusnya aku tumpangi mengalami masalah. Di lain waktu kamu menceritakan hal
ini kembali. Katamu, kamu sebal, di sekitar tempat dudukmu disesaki banyak
orang. Aku senang waktu kamu menceritakan ini, apalagi melihat ekspresi
kesalmu.
--
Aku memarkirkan kendaraan. Lalu, masuk ke stasiun. Di tengah
keramaian aku menemukanmu. Dari kejauhan aku melihat pandanganmu mengarah
kepadaku. “Ah, senyumanmu itu kenapa manis sekali,” gumamku. Aku menghentikan
langkah, kamu menghampiriku bersama temanmu. Setelah ini, aku tahu hariku akan
bahagia.
Temanmu mengajakmu ke Yogya untuk melihat konser Gadjah
Mada, dimana Tulus menjadi salah satu pengisi. Aku tidak tahu mengapa kamu
menerima ajakannya. Aku tidak begitu yakin kamu menyukai lagu-lagunya Tulus.
Tapi, aku juga tidak ingin terlalu percaya diri dengan menganggap bahwa akulah
alasanmu ke Yogya.
Hari itu kamu mengenakan kemeja putih bergaris dan
berkerudung merah muda. Oh iya, aku pikir aku juga memiliki kemeja putih
bergaris sepertimu. Namun tidak kukenakan hari itu. Setelah dari stasiun, aku
memboncengmu menuju kosku untuk mengambil motor. Dan temanmu diantar naik ojek.
Sepanjang perjalanan kita tidak banyak berbicara. Padahal aku ingin bercerita
banyak, mungkin kamu juga, tetapi aku terlalu bahagia karena bisa bertemu kamu lagi.
Bulan lalu, aku mengunjungi kotamu, Solo. Dan itu pertemuan
terakhir kita sebelum ini. Kita seharian berkeliling kota Solo. Padahal kita
tidak punya tujuan sama sekali. Sebagai laki-laki, aku memiliki perencanaan
yang buruk. Menjelang siang kita habiskan di Jepun. Lalu, berkeliling Paragon,
entah apa tujuannya. Menghabiskan sore di Mom Milk Manahan. Berpisah ketika
malam minggu tiba. Itu semua terjadi atas keputusanmu setelah aku tanyai
beberapa kali, “Mau kemana nih?”.
--
Kita sepakat berangkat melihat konser sehabis makan malam. Kamu
dan temanmu memesan pecel lele. Aku hanya memesan teh hangat. Selesai makan,
kita menuju UGM. Acara sudah mulai sejak pukul enam, dan kita baru ke sana
pukul sembilan. Di sana sudah ramai. Ketika hendak masuk, kita harus mengantri,
berdesak-desakan, dan mencium bau ketiak.
Saat menunggu antrian, Maliq and D'essentials sedang
memainkan lagu entah apa judulnya. Yang aku tahu setelah itu, mereka membawakan
Dia. Aku bernyanyi-nyanyi sendiri, sambil sesekali mengalihkan pandangan ke
arahmu yang berada di depanku.
Maliq and D'essentials selesai, sekarang giliran Hivi! yang
mengisi. Malam itu, Hivi! membawaku kembali ke masa SMA, sekaligus saat ini. Saat
Hivi! membawakan Siapkah Kau Jatuh Cinta, aku melihat diriku ada pada lagu
tersebut. Siapkah Kau Jatuh Cinta menjadi lagu yang paling mewakili perasaanku
malam itu. Tentang bagaimana aku terhadapmu.
Kamu merasakan hal yang sama?
bersambung..
bersambung..
Comments
Post a Comment